Rabu, 01 April 2020

'Gonjang-Ganjing'

Gonjang-ganjing teramat sering, desas-desus ramai melengking
Curahan darah dibiarkan merekah, tanah memerah dari arteri orang lemah..

Tanyalah kenapa.. meski yang bertanya tak kunjung datang kabarkan berita..
Tetapi jangan diam! Jangan bisu! Biar telinga sindikat mendengar, biar mereka kencing di celana

Bongkar bohong, biar kongkalikong tak terus-terusan disokong
Berteriaklah! meski dari gorong-gorong, biar orang sombong keluar dari kolong-kolong

Jangan takut kena pukul, katakan apa saja yang betul, biarkan keberanian ramai berkumpul, tanya sajalah pada Widji Thukul

Jangan takut bersuara, berpikir biar tak mudah tersingkir, meski akhirnya ditelan getir, singkirkan khawatir! Tanya sajalah pada Munir

Jangan mudah menyerah, meski banyak keluar darah, jangan tenggelam karena dianggap lemah.. tanyalah saja pada Marsinah

Jangan takut bahaya, jangan menjelma bak sahaya.. teruslah berupaya.. jika tak percaya, tanyalah saja pada Pramoedya

Jangan hentikan bising, semangat perlawanan jangan kering, meski raga diujung genting, jangan jejerkan lagi cerita Sum Kuning

Kongkalikong gonjang-ganjing, Sengkuni membawa berita penting, asas-asas menempel di dinding, tikus rakus menjelma anjing

Hasut sana, hasut sini.. penyelewengan menjadi-menjadi, jangan mati kerana ini, matilah kerana mencoba berdiri.

AL, 17/4/2018

'11'

Jejaka... bermalamnya durjana, destinasi sebelas kepala, diujung jagal tak lekas ketara
Pertunjukan orkestra... dari erang calon tanah
Ya, lepas hasta
...lepas kaki
....lepas kepala
....lepas nyawa
....lepas masa tinggal kerangka

Mereka bicara, yang tinggal raga tak berisi apa-apa, mereka saling bertegur sapa
Di liang dosa, hasil mencabut paksa

Suatu masa...
Suatu kala...
Temui akhirnya...
Bau busuknya tercium jua.

AL, 11/4/2019

'Kafir'

Jahal!
Asmara mandat satan
Di sana panggilan...
Simfoni judas...
Dan napak tilas
Panggilan beelzebub
Ekstasi neraka...
Hirup!
Dan kini kembali hidup
Embrio samawi
Peradaban menemukan kehancuran...
Kafir!

AL, 13/4/2019

'Eksis'

Boneka sejuta rupa...
Aparatur penegak riba...
Senjata pengeksekusi balita...
Rudal penembak lansia...

Anak-anak tanpa remah roti...
Api di tenda pengungsi...
Rumah sakit dan rumah mati...
Prajurit zombie...

Satu agenda di atas meja...
Satu massa, kolonisasi propaganda...
Orang-orang tuksedo, jawaban atas semua
Negosiasi segitiga...
Mencipta hukum rimba...

Kini hormat yang mereka minta...
Di tanah yang suci...
Di tanah yang tak lagi berarti...
Kuburan massal peradaban
Yang pasti kau temui

Bendera satu dosa...
Di atas diskusi para raja...
Dan satu yang akhirnya mati...
Ideologi...
Dan panji-panji akan kembali.

AL, 14/4/2019

'Baghdad'

Sekawanan gagak di ubun kepala...
Ucapan selamat datang di tanah nirwana
...dan selamat jalan untuk nyawa-nyawa

Kini bermula...
Pertumpahan martir...
Terompet sangkakala di atas kota
Serta bumbungan tinggi dan gelegar petir

Mereka melihat anak-anaknya menjadi debu...
Dan orang tuanya tergilas jerebu
Messiah tak kunjung datang
Sekalipun datang hanyalah seonggok penipu...

Mereka mengunci pintu-pintu
Dan menunggu...
Kala para pesuruh itu menghampiri para tertuduh...
Kemudian datang hujan...
Hujan-hujan mesiu

Sekawanan gagak kembali...
Setelah lama bernaung di tanah yang berkilau...
Kilauan dari minyak bumi...

Sekawanan gagak di ubun kepala
Mengucapkan terimakasih...
Pada setiap peti mati
Dan para pesuruh...
Yang kehilangan mata, tangan, kaki
...sebab diamputasi
Atas perintah tunjuk jari.

AL, 13/4/2019

'Puppet'

Taruh dalam peti kemudian seribu hardik menghampiri
Siksa sudah ditulis..
Nadi telah teriris..
Seribu khayal lalu cipta ketakutan semakin beradu
Jika engkau takut maka sebutlah satu nama
Ia akar ketakutan..
Yang menyiksamu lebih dari apapun
Mematahkan setiap tulang
Membakar sekujur kulit
Apa yang siksa selamanya tak kunjung hilang..
Adalah mereka yang tak mampu berkelit

Maka Ia adalah alasan untuk mengadu
Mereka berujar mengenai siksa dan runtutan maha luka
Dan mereka berkata Ia maha cinta

Maka aku menyerah terhadap apa saja pedih nyata..
Terhadap delusi..
Maka siapa yang tak akan kembali..
Adalah aku yang pertama menepati

Biar hidup berkalang hampa
Dan peluru diatas mereka yang berserah nyawa
Kepada cerita-cerita
Dan kesaksian para penerka.

AL, 11/10/2018

'...ku Bilang Tunggu'

Biar aku tenggelam supaya kadung dalam...
Ku bilang tunggu...
Belum saatnya mengatakan tentangmu
Mungkin saatnya nanti..
Setidaknya aku sudah berjanji
Jangan berpikir bila ku datang, sekedar untuk mengingkari...
Ku bilang tunggu...
Dan bila tiba waktu...
Di sampingmu
Yang nampak di mataku
Hanya satu...
Maka ku bilang tunggu..
Aku bukan hidup dusta ironi...
Aku menunggu kala yang pasti
Dan bila datang saatnya...
Sumpahku tak lekas berlalu..
Ku bilang tunggu...
Sebab yang kini hadir percaya...
Ku lihat hanya satu.

AL, 14/4/2019

'Jika Mati Hanya Satu Jengkal Jari'

Aku ditelan mentah-mentah...
Oleh sakit dan resah...
Sementara redup mengitariku, melingkar tanpa henti, tanpa berlalu...
Nafas terengah...
Senyum lemah, detik ialah gelisah...
Di ujung kenang serakah...

Memorandum menyapaku...
Kini tinggal semu, orang-orang sendu...
Sebabku...
Yang diperaduk takdir dadu...

Aku diiring ayat dilafalkan satu-satu
Ku menunggu....
Kala tiba saatnya...
Satu lagi usai urusan...
Nir kehidupan...
Tak ada kata atau kalimat permohonan...
Yang hadir hanyalah detik penebusan...

Kini yang dinanti...
Tiba lebih dahulu di sini...
Kurasa ribaan di dalam derasnya nadi...
Dan tanpa denyut arteri...
Kini netra dan rungu di ujung henti
Jika mati hanya satu jengkal jari...

Kini semakin lepas...
Terjerat, terhempas...
Terdampar, terpukul keras...
Yang dilewati, eksekusi tanpa welas...
Kini sadar ku pahami...
Jika mati hanya satu jengkal jari...

AL, 13/4/2019

'Inferior'

...persetan! drakula-drakula itu malam-malam...
Setiap denting jam dinding...
Menatapku dengan seringai seram...
Bangsat! Keterlaluan, sebab sudah teramat sering

...persetan! Aku menyerah
Tak betah...
Bosan dianggap haram jadah
Diamlah keparat!
Para penjilat!
Yang melangkah berdasarkan khianat

Tembolokmu itu milikku...
Hal yang mesti kau tahu!
...dan setiap pelatuk penghantar peluru
Kau dapat dari keringatku

Jika pilihanmu benar, wahai laknat
Maka kau terlampau bejat
Sebab memukuliku kau anggap nikmat
Yang kau minta saudaraku jua kau jerat
Ahhh bangsat...
Persetan mulut mandat
Kami melangkah untukmu
Melangkah, menelanjangi setiap apa yang kau ingat
Kami berdiri di atas bak terbuka roda empat...
Kami akan menembakimu dengan orasi kalimat-kalimat.

AL, 16/4/2019

'5'

Kita sampai pada bab kompetisi
Kau dengar suara?
Tembakan itu bukan hanya tembakan salvo
Kita berdiri dengan kantungi selongsong
Kita berdiri saling menodong
...mereka mati sebab saling mendorong
Mendorong hingga yang terjatuh meratap untuk ditolong...
Suaranya pekak merongrong
Namun siapa peduli?
Kita aristokrat atas segala ego...
Ego yang hidup dalam lidah mulut tempolong...

Hendaknya siapa yang bercerita, hari ini sudah dipaksa menutup
Menutup waktu, akhiri lemahnya, sebab waktu sudah ditawar pemilik belenggu..

Kita berjanji memuaskan diri...
Kepada sinar kejora
Meski dibayar harga...
Menumbalkan segala cara

AL, 20/4/2019

'Srebrenica-Potočari'

Siulan hari semenjak tragedi, dentum laras membisik kenang
Saat ribuan kelakar diujar deras lidah komandan
Berpaling kisah delapan ribu kematian..
Tiap waktu nyaris terlupakan
Terlupakan...
Dosa diujung senapan

Sebuah cerita tentang manusia yang mulai ditawar
Cerita kepala yang mulai dicari tajamnya paruh nazar
Ahh, aku tak tega ungkit cerita..
Dedahan keringpun mungkin akan patah..
Tangisan air mata mungkin akan banjiri lembah
Kerana dengar perihal cerita maut semesta..

Kisah ini, tapal batas.. perihal ras
Yang tak kunjung tuntas..
Sebab cenanga membabi buta, dalih apa yang mampu membela?
Mereka yang sengaja melanglang..
Pula dalih pirang yang lama hilang..
Alibinya mengaku diserang..
Bersama ribu-ribu pengungsi malang..

Yang sembunyi, beruntung, berlari luntang lantung
Yang dicekik mati, diseret, dimaki, ditembaki, digantung..

Desir angin kala itu, berbau..
Sebab tersiram mesiu peluru
Yang ditanam di kepala, punggung, rahim Ibu
Gelimpangan, jelma nyawa tiada dosa
Terkapar: ribuan manusia, bayi, manula, cacat selamanya dan resah cipta luka

Ingatlah, ada yang mati di temaram senja..
Anak manusia..
Dibunuh pula anak manusia..
Tinggal kerangka, di sabana Srebrenica
Di rumputnya: darah, dan guguran tanah kubur, dari roh yang bertanya, "Sebab apa?"

Iblis itu, berwujud manusia, masihlah ada..
Nyawa tua, muda, wanita, balita, ditawar harga..
Meski tak lama: melayang jiwa-jiwa
Rentetan peluru dijadikan pelaku..
Serigala gunung tak sudi turun
Lalu sengaja termenung, hindari kurung

Jeritan insan tanpa nisan..
Yang hingar bingarnya tak dihiraukan..
Srebrenica..
Lumbung kematian..

Nyawa tak berdosa kini di bawah tanah
Terkubur bersama sumpah..
Sumpah bendera setengah tiang
Bendera mereka yang diserang

Mereka berteriak pada bintang..
Mereka berupaya pada nyanyian masa lalu para binatang
Maka dengar dan abadikan; perang tak melahirkan siapa yang menang..
Ia rahim bagi jutaan luka untuk dikenang

Srebrenica.. kala sembilan lima..
Tak terlupa..
Kerak darahnya..
Di tangan para terduga.

AL, 10/1/2017

'Kematian Diksi'

Jenuh merajainya, merajah tubuh yang semenjak dulu berubah kaku
Telapak tak sudi menapak
Jemari enggan menari
Isi kepala tak benar berisi
Kematian diksi...

Kendati isyarat mendayu bagai menanti
Apa yang dicari hilang lagi tiada arti
Cahaya kabur, bingung mengubur
Kertas gembur, pena ujungnya menjulur
Namun tetap uzur pikirnya tak hidup, Ia memaki..
Dalam redup siul dunia ramai mencaci
Terdiam tertelungkup di ruang menyendiri
Kata orang Ia pergi, berubah atau hilang bereinkarnasi
Kata orang bukan dirinya lagi, tak lagi mendayung jati diri..
Menuju kematian dini..
Kematian diksi.

AL, 1/6/2018

'Janjimu Dari Ujung Dermaga'

Masih membekas ucapmu
Bergetar rasa hari itu
Kau kalungkan percaya di jiwa
Berisikan suci alunkan cinta
Tulus aku rasa
Saat ikhlas biarkanmu jauh dari mata

Tak lagi ragu
Cukupkan curiga
Kucoba pandangi mega-mega
Dan kurasakan hangatmu disana

Kuharap kau ingat
Janjimu yang masih kurasa erat
Meski terkadang berat
Kuyakin cintamu tak akan mudah tamat

Kau yang jauh
Yang mustahil ku sentuh
Janji ini penuh
Masih ku pegang dengan teguh
Hingga percaya ini tak akan luruh
Tak akan pernah lusuh

Kau yang disana
Semoga senyum dikau diatas dunia
Sebab cinta..
Masih ku anggap berharga
Setidaknya untuk saat ini
Atau mungkin disetiap masa.

AL, 7/10/2017

'Dia Dan Nyiur Di Pesisir'

Suatu masa di pesisir Kuta
Saat sang surya tepat di ubun kepala
Ku temukan alas tidurkan jasmani
Lelah perjalanan t'lah terlewati
Nikmati godaan pemandangan
Disamping sampah plastik minuman

Ku puji sejenak sang Pencipta
Cakrawala langit bak jendela
Rindang nyiur tinggi menjulang
Riak ombak besar berteriak
Melambai bagai menyapa

Tiba-tiba..
Ciptaan yang tak kalah luar biasa..

Dia yang disana
Dengan cantiknya
Beraikan rambut jelita

Sempurnakan masa
Tak bosan pandanginya
Belo mata
Mungil hidung asia tenggara

Sepoi angin sejenak lewat
Jingga langit yang kulihat

Ku yang hampir terlelap
Karena angin yang meresap
Tiba-tiba teringat senyumnya
Si Dia yang buat terpana

Tengok kanan kiri
Ku rasa sudah pergi
Ku rasa tak nampak lagi

Raga yang terlanjur mencinta
Bagai kehilangan rasa
Kini risau dibuatnya
Kini galau karenanya

Si Dia ternyata masih disana
Mataku melihatnya
Saat pandang dibalas..
Grogi aku dibuatnya
Karena senyumnya
Bagai tahu aku mengagumi dirinya

Si molek bertubuh pendek
Si ramah berhidung pesek
Yang ku cinta
Namun sejenak saja
Karena ternyata..
Sudah digenggam Si Bule Tua

Ya.. begitulah cerita yang sama..
Ku gantikan pandangku
Pada lalat hijau yang senyumkanku
Pribumiku terjajah cinta
Sakitnya terlanjur suka
Kini ku alihkan mata pada sunset depan indera.

AL, 27/8/2017

'Lekas Sembuh, Ayah'

Senja itu..
Pulang dari kuras peluh
Wajah murung bagai mendung
Sisakan tanya sebab apa gerangan
Seperti tampak kelu
Lunglai tersirat senyum palsu

Gelisah seperti menyimpan amarah
Resah meratap semakin parah
Aku cemas ayah
Tatap matamu kini kian berubah

Nampak jelas wajahmu
Tergores ujian pemilik waktu
Nampak jelas luka mu
Namun ku tak tahu menahu

Kupaksa senyum di garis pipiku
Walau ku tahu sakit mu semakin beradu
Kini selalu ku pertanyakan
Tentang ijabah pemilik kehidupan
Yang berjanji atas kasih sayang
Namun tangis ini kurasa makin panjang

Semakin bertanya..
Bagai tak tahu lagi mengadu pada apa

Sekian waktu berjalan
Ku coba yakinkan
Ayah, ini hanya sekedar ujian
Dimana awal pahit akan muncul kebahagiaan

Tenanglah tenang Ayah
Kurasa ini hanya jalan cerita
Katakan padaku apa yang kau rasa
Hingga ku yakin temukan jawabnya..

Semoga lekas sembuh, Ayah..
Yang setia memikul beban
Yang bawa secercah harapan
Ketika senja mulai datang..
Esok nanti..
Ku harap senyumanmu akan kembali..

AL, 17/9/2017

'Yuwita'

Yuwita anak Pak Lurah
Bikin hati gelisah
Bikin hati gundah
Yuwita kembang desa
Yang selalu kucinta
Juga impian para tetangga

Senyumnya bagai lekuk pisang
Orangnya selalu riang
Yuwita si anggun
Kulitnya eksotis
Mirip sawo diiris

Yuwita kekasih imaji
Kelak mungkin jadi istri
Walau aku melarat, masih ku nanti
Yuwita tetap di hati

Yuwita hidup gedongan
Habis uang jutaan cuma buat makan
Yuwita menutup hati
Impikan Pangeran
Yang miskin hanya menelan ludah
Sebab mustahil dapatkannya

Tapi cerita lain merubah isi
Dengar minggu pagi
Bapak Yuwita diciduk polisi
Katanya tersangkut korupsi
Yuwita yang riang jadi sakit hati
Sakitnya Yuwita sakitnya kami

Yuwita kini menyendiri
Semenjak Bapaknya jadi saksi
Yuwita hampir mati
Esok pagi dapat kabar dari Bui
Yuwita malang meratap pada Tuhan
Bapaknya ternyata bajingan

Yuwita sesalkan keadaan
Simbok juga menceraikan
Sekarang sebatang kara
Yuwita dikucilkan warga
Kami jauhi dia karena Bapaknya
Yang jadi tikus kembung tak berguna

Yuwita kini putus sekolah
Yuwita dipenuhi amarah
Semakin parah tak ada yang rela
Yuwita kini gila
Sebab memikirkan dunia

Si Cantik Yuwita kini tiada
Semenjak dia raih tali ditangannya
Gantungkan pada pohon cemara
Yuwita lepaskan semua
Menyerah kepada takdirnya
Sekarang Yuwita entah pergi kemana.

AL, 25/8/2017

'Bungkam Senyap, Bisukan Gelap'

Disela canda tawa kita
Ketika senja mulai tiada
Sisakan sebuah cerita
Biarkanku bicara
Temani malam mu yang ceria
Cerita pembantaian orang desa

Mereka yang tertuduh
Mereka yang terbunuh
Mereka yang tak sembuh
Mereka yang bercermin pada sungai keruh

Cela ribuan kawan politik
Karena drama yang agak menggelitik
Sebab tak terlihat jejak
Siapa yang beranjak angkat telapak

Cerita si Bapak Tua
Yang enggan singkap tabirnya
Cerita lama tanpa tersangka
Tetapi berujung bencana

Di sungai Bacem waktu itu
Acap kali teringat di pikiranku
Saat si merah bak jadi benalu
Kenapa kau biarkan Tuhan?
Keadilan yang diperkosa kekuasaan
Hakim massa tak bisa kau urungkan?

Dosa ribuan nyawa mulai bicara
Bahwasanya dunia mengecam
Doa setiap massa tuntut bijaksana
Hingga waktu bawa mereka terancam

Dosa apa?
Kini tanya yang dilarang..
Tingkah apa?
Yang buat kau meradang?

Kini nyawa tiada bisa kembali
Sebab kadung dikurung benci
Kini sejarah mustahil diperbaiki
Sebab si Tua kadung beri alibi

Dimana Engkau saat mereka menangis?
Dimana Engkau saat leher mereka diiris?
Sudikah lihat yang tak berdosa binasa?
Sudikah si Tua bangka rebut kuasa?

Tentang keadilan
Dan yang tersingkirkan
Cerita yang ditanggapi Bajingan
Yang tak mau tahu tentang kemanusiaan

Setan dalam diri tiada mau mengaku
Karena acuh tentang ceritanya
Sebab bicara bagai tak ragu
Mengutuk hantu masa lalu

Biarkan kubur semakin gugur
Dan ucap orang yang mengaku subur
Sedangkan tanah yang mereka puja
Basah dengan dosa

Kawan dengar sebuah cerita
Tentang arit desa
Yang dulu tak tahu apa-apa
Namun jadi korban bejat sesama
Yang juga tak tahu apa-apa
Dihasut dendam buta

Terdiam kita ditutup kuasa
Bencinya terhadap insan yang tak lagi ada
Sebarkan berita
Sembah dusta
Siapa dalang apa?
Siapa jual apa?

Kawan dengar mereka
Dengar jerit bisu tak sentuh telinga
Dosa tak mungkin terbalas dosa
Propaganda berujung genosida
Kini hiduplah seperti biasa
Dan damailah dalam utopia

Sedangkan mereka yang jadi kerangka
Masih bertanya..
Tentang sebuah langkah derap..
Bungkam senyap, bisukan gelap..

(Teruntuk mereka yang telah menjadi kerangka)

AL, 14/9/2017

'Dietje'

Kisah semenjana... bukan hal baru, bukan suatu tabu
Kisah lama perihal cinta dibalas durja
Seorang jelita mendaraskan luka
Kala timah panas menembus kepala
Merintih dan tiada bernyawa
Jelita ayu dipaksa meregang jiwa

Tuduhan beranjak ke permukaan
Namun tunjuk tak menyentuh kepada siapa patut dipersalahkan...
Sebab sudah dibayar kontan
Dengan ketakutan, dengan jabatan

Biarkan menguap seluruh cerita
Perihal urusan kuasa, nyawa tiada artinya
Ada komplotan diperalat kenikmatan
Ada oknum dibayar kejahatan
Dietje malang...
Yang terbuang
Dietje masih bertanya
Dalam kuburnya mungkinkah tiada tawa
...
Sementara tahunan dipenjara
Tersangka tanpa pengadilan
Tersangka dikarung tuduhan
Tersangka yang berkeliaran
Buronan namun dilindung sogokan
Buronan sibuk liburan...
Kasus tanpa keadilan, di negeri yang terbiasa hilang urusan
...
Dietje dipermainkan.
Oleh kekuasaan

AL, 15/7/2019

'Hujanku, Dan Elegi'

Detik demi detik
Rintik demi rintik
Seringkali terbayang
Yang mustahil pulang kini enggan pergi, enggan hilang

Entah lisannya, entah tawanya, entah mata dan tatapnya
Entah kapanpun tak kunjung reda, tetap terngiang
Hujanku, dan elegi, hujanku fajar hingga petang
Hari sahabat sejati terlelap tenang
Hari sahabat sejati pergi dengan kenang

Namun rela tinggal pilihan, namun hidup harus disengaja berterus terang, yang pergi tak mungkin kembali, yang berjalan biarlah berjalan.

AL, 15/7/2019

'Kaki Lima'

Yang terkurung tingginya gedung-gedung
Yang terhimpit jalan-jalan
Para pengais untung
Para pengais recehan

Kios-kios berjejeran, adapula nenek bermodal nampan
Pesta pertaruhan, pesta kehidupan
Tapak-tapak membekas di depan barang dagangan
Kuli panggul dan riuhnya suara beruntutan
Pengemis dan pengamen jalanan, melengkapi hari beragam tuntutan

Lalat-lalat tak lupa sekompi menghampiri
Pula bau-bau sampah di tepian kali
Bercampur dengan cengkerama penawar rizki yang kian waktu berteriak semakin menjadi

Ladang kaki lima, ladang halal nafkahi diri, nafkahi anak istri, nafkahi keluarga dan biaya SPP kakak adik
Ladang kaki lima, ladang segala yang musti terjadi, di samping jalan arteri, dipenuhi pejalan kaki yang kadang penuh caci maki
Ladang kaki lima, beribu kaki sibuk transaksi, kadang pula kantong hilang tak terasa dicuri, kadang pula untung hari ini hanya cukup untuk makan satu kali sehari, kadang pula Pol PP datang meminta jatah kopi
...
Kaki lima, ladang orang-orang mulia, ladang orang-orang suci memanen pahala.

AL, 15/7/2019

'Susut Gelombang Susut'

Bah menghantar peristiwa
Mengalir dari hulu hingga tak terkira datangnya
Beringas menelan kehidupan, menelan harta benda
Setinggi mata kaki hingga atap-atap rumah
Yang hanyut oleh arus yang berjalan semaunya
Susut gelombang susut
Susutlah supaya hidup tak semakin kalut

Pasrah menemani
Bermalam di tenda ungsi
Berkawan nyamuk dan dingin
Menunggu kering hari kemarin
Susut gelombang susut
Susutlah supaya nadi hidup kembali berdenyut

Maafkan kami, sebab ulah membawa elegi
Hentilah berbondong uji, kami tak sanggup lagi
Susut gelombang susut
Susutlah supaya kami dapat kembali, menata diri agar celoteh tak merusak lagi
Susutlah gelombang susut
Susutlah supaya kami termenung dan hidup dalam instropeksi
...terhadap apa yang terjadi.

AL, 15/7/2019

'Di Bawah Ketiak'

Lempar batu sembunyi tangan
Orang saling beradu dianggap persetan
Sebab tangannya namun tak mau mengaku
Di bawah ketiak ia sembunyikan malu

Haram jadah keterlaluan
Petinggi sudah keranjingan
Sebar fitnah sebar kebohongan
Sebar racun tanpa perhitungan

Sembunyi-sembunyi dilempari makian
Di bawah ketiak tetap berujar kebusukan
Para petinggi mulai kerasukan
Sebab dengan begitu dapat pemasukan.

AL, 16/7/2019

'Jangan Kau Pergi'

Janganlah kau pergi, kan ku nyanyikan lagu-lagu
Tiada bagiku air mata, sebab bagiku kau yang utama
Jangan hari ini kau tak nampak lagi, kan ku berikan apa yang kau mau
Tiada bagiku kelabu mega-mega, sebab bagiku kau yang ku cinta

Aku bersyukur untuk mengenalmu
Namun bukan hanya sebatas pandang
Janganlah kau pergi
Aku berjanji...
Suatu saat nanti kita kan berdampingan
Dipayungi oleh janji
Hingga nanti kita tinggal menunggu
Siapa yang berlalu

Jangan kau pergi...
...kerana aku tak mau sendiri
Berteman sepi.

AL, 16/7/2019

'Invetebrata'

Di sudut-sudut kota
Invetebrata menyeret tubuhnya
Bermodal saku celana
Dan tempolong bekas vodka

Menyeret melewati dinding-dinding aduan mala
Tercoret oleh tinta-tinta dari alam bawah sadar para sengsara
Luka-lukanya di sekujur badan
Bekas pukul petugas
Senantiasa menjadi kawan bercengkerama
Lewati sekelumit cerita
Dalam alkisah peminta-minta
...
Peraduannya di depan mata
Di bawah tiang lampu merah
Kini menunggu iba
Tadah dan pasrah
Hidup keluh kesah

Hitam dan kelam
Malu kadung dipendam
Bekas seretnya masih membekas dalam
Di samping jembatan dekat terminal

Ungkap meminta kepada takdir
Namun takdir bagai tak perduli
Maka Ia meminta hingga datangnya senja
Tanpa kawan bercerita
Di trotoar si peminta-minta
Yang tak jauh dari istana
Menunggu tangkap petugas mulia.

AL, 16/7/2019

'Hitam'

Tenanglah di sana
Kami menaruh hormat

Jelas menjadi korban
Dari cerita tanpa kesimpulan
Berbuntut panjang

Kepada setiap darah
Dan kongkalikong
Semua belum usai
Simpanlah dan jaga

Kehidupan tak akan berjalan wajar
Dengan kehilangan tanpa sadar
Yang tak akan pernah tenang
Hingga kiamat berpendar
Insan-insan terkapar

Tenanglah di sana
Kami menaruh nada sumbang
Untuk pemantik kebenaran
Yang dijunjung bersama
Meskipun getir mendabik
Kami tetap berjalan
Berbuat yang bisa dilakukan.

AL, 16/7/2019

'Reruntuh Di Atas Kayuh'

Jelaga tirta meraja rasa, dihinggapi samudera bara, ribu lelara..
Telaah seiring berhamburan rasa, menikam sembilu, memadu upaya
Ada wajah tiada milik mahkota, sekedar jelata, meramban ayunan bergelimang pelita
Reruntuhan kini perlambang durjana.. kala mengayuh upaya dianggap sampah belaka
Segera habisi kelakar percuma, biar lepas jiwa dari ujung raga..
Segera amarah karungi hasta.. jangan berhenti pada sia-sia, bungkam dalam suara, jangan kayuh engkau henti akhirnya

Kini sedari lama ambil saja darah-darah..
Reruntuh di atas kayuh..
Tak apa sebab bahagian cerita..
Reruntuh di atas kayuh..
Hidup sekedar takdir, rencana pemilik segala, yang mencipta sebab, hilang batang hidungnya..

Maka jangan lagi hina dianggap pada siapa-siapa..
Sebab kayuhnya hanya butuh genangan tirta..
Jangan lagi hentikan nafas pengayuh jelata..
Sebab pikir siapa tak tahu menahu didalamnya.

AL, 10/12/2018

'Anak-Anak Flyover'

Aku berjalan pelan... menuju peraduan
Dengan kaki tangan, yang hitam lebam
Isak tangis terdengar jauh di kerumunan
Di bawah flyover anak kelaparan

Ditentengnya gitar dan gendang rakitan
Bocah-bocah kecil menghitung penghasilan
Ditumpahkan gelas bekas minuman, berisi receh hingga uang ribuan
Kala itu kuputuskan mampir sembari memaknai
Mereka yang hidup dari berisik, dan hidup tanpa kasih dini
Yang orang tuanya pergi, yang induknya tiada lagi
Hidup dari berisik, mengadu nasib, mengadu pada pelik

Ku hampiri dan ku sapa bocah-bocah itu yang bertelanjang kaki
Aku tanya yang Ia makan hari ini...
Aku tanya yang ia dapat hari ini...
Aku tanya yang ia obrolkan malam ini...
Tapi seketika tanya berganti murung diri...
Sekumpulan majikan dengan tato di tangan kanan kiri...
Datang menghampiri...
Merebut hasil, menyisakan beberapa receh dan ludah serta caci maki

Bocah-bocah menangis sedu sedan...
Ladang nafkah diobrak-abrik setan
Aku tak tahu menahu...
Jelas rautku kasihan
Maka jatah makan kali ini ku hibahkan
Maka aku biarkan, sebab urusan Tuhan tetap urusan Tuhan
Biar hari ini tak kenyang, sebab cukup rizki ku tuang melihat mereka berebut riang, dan hari ini dibayar senang.

AL, 12/7/2019

'6719'

Dilema kubah khatulistiwa...
Setiap diri menampakan rupa, yang ada sekedar hukuman mati, hukuman siksa...
Dan kencing dari raga tanpa nama...
Buah simalakama...
Hidup dua arah, dua dunia...
Kuisioner tentang nyata, kala fakta sekedar nyanyian belaka...
Dan hidup diseret begitu saja...
Tanpa aliran benar
Tanpa sandar
Tewas bergetar
Diri dilepas liar
Gusar.

AL, 6/7/2019

'Franz Ferdinand'

Ia jatuh... dunia sekarat
Mata tenggelam, nafas terakhir terhela
Merenangi batin sri sultan...
Terkalang genderang tembakan...
Cerita... dan awal mula

Anak-anak dirangkul, sebaya berkumpul... sementara induknya memberi pikul
Tentang agenda dan propaganda
Genosida sebab adu pukul...

Induk perlawanan... saling merengkuh tabiat, rekonsiliasi dan jabat
Di masa yang mengharuskan membunuh cepat...
Sebelum diperkosa pengkhianat...

Orang-orang buta menangis...
Yang tak tahu menahu...
Menanggung tragis
Di arena antagonis...
Di medium kritis....

Ia jatuh... dunia sekarat
Satu rupa berjuta akibat
Sang terhormat...
Zaman penat.

AL, 25/4/2019

'Sasana Sendu'

Cukuplah pandangi daun berguguran
Terakhir kali ketika janjimu kulupakan
Sudikah kau benahi?
Karena setiap nama tak sama lagi

Topeng-topeng
Tak bertelinga
Diksinya tajam menembus sanubari

Satu-satu berjatuhan
Diinjak setan bertuan
Skeptis tak digubris
Naif terbalut negatif

Musim kemarau
Diangkasa mengigau
Diracun lidah
Dicumbu resah
Pada akhirnya: dusta

Tak dibutuhkan
Tanyaku tentang dosa
Terjawab sudah
Pada akhirnya
Aku didalamnya
Aku ikuti cahaya
Meski akhirnya ditelan batara kala

Apa yang ku punya disini
Habis dikebiri
Pertanyaanku kini usai tak berbekas
Sebab aku tak sanggup tuntas
Hampa kehidupan
Tumbuh lalu dihisap kebingungan

Dia yang menginjak dengan sepatu
Menampar dengan dasi
Melemparmu dalam mimpi
Yang mustahil terjadi.

AL, 16/11/2017

'Sajak Balaclava'

Bangun pemuda pemudi, panggilan anarki..
Orok pemberontakan di rahim-rahim pemikiran
Satu yang dituju, sekadar perlawanan..
Bukan perlawanan sebab mencari keuntungan
Ini perlawanan incar kebathilan..

Bangun pemuda-pemudi, panggilan anarki..
Singsingkan lengan, bawa panji-panji
Panji-panji satu.. panji-panji negeri bukan panji asal jadi
Bangun pemuda-pemudi, panggilan anarki..
Raung berkelakar ini bukan celoteh sia-sia
Ini celoteh panggilan ancam pada kontra-reformasi, ini nyanyian revolusi

Maka pijakan kaki di aspal, biar membekas sampai hari kiamat..
Hari-hari orang bejat ditimbang amalnya kemudian di siksa sampai berkarat
Maka awali hari ini dengan kopi, kopi-kopi berisi amarah dan ambisi
Jangan ada kecewa, jika berhenti.. pastikan mereka lebih dulu turun dari pucuk segitiga negeri

Bangun pemuda-pemudi... dengar panggilan anarki
Biar teriakanmu datangi cukong-cukong kriminil, biarkan suaramu datang menghantui
Bangun pemuda-pemudi.. dengar panggilan anarki
Simpan takut, sebab pengecut akan kalut..
Simpan ragu, sebab pecundang akan tuntas lebih dulu..
Bangun pemuda-pemudi... dengar panggilan anarki..
Jangan pernah terpukul mundur, meski besok mungkin kau terbangun di lantai bui
Tetap satukan nada-nada orasi..
Pada kriminil penguasa raya..
Pada pelacur hirarki.

AL, 10/1/2019

'Bhinneka Sejuta Tuju'

Realitas, ambigu, semakin rancu
Mereka bermain api
Sedang putus umur semakin dicekik waktu

Resesi...
Dalam ilusi hidup sebatang diri
Yang menyatakan perangai
Dan hidup tak bertuan

Reduksi...
Distopia karangan sendiri
Tubuh kering ditiduri mimpi
Jikalau ada yang bicara perihalnya
Ia berdiri selayak tahta delusi

Dualitas... dua sisi
Dari hilir dibawa hulu
Dari pesisir dibawa abrasi
Sejuta nasib dibawa ambisi

Bukannya meragu...
Maka lihatlah di belakangmu...
Siapa-siapa saja cendala aji mumpung
Yang menjadi parasit
Dan mencari untung
Dengan dada membusung

Adakalanya kita tahu...
Mereka membawahi nafsu
Slogan-slogan di pamflet-pamflet
Jelas terpampang rupa...
Bhinneka sejuta tuju.

AL, 31/5/2019

'Tangisan Orang Buta'

Di atas daki-daki kotoran para pejalan kaki
Rerintih suara orang menagih janji
Janji dibawa pergi tak kunjung ditepati
Hingga ajal mengajak pergi

Orang-orang ramai menggertak.. menggertak meja melawan lalat tua
Lalat-lalat di atas kopi pagi, lalu kepala mereka dengan mudahnya dihantam belati
Dihantam keras cacian para petinggi, dipaksa turun kasta jadi tahi

Siapa peduli?
Siapa lagi yang punya teman sejati..
Munafik jadinya, tak berempati
Jikalau hari ini malam tak terlewati, maka kau lihat tangis orang buta yang dipasung abadi

Sekujur dosa khianat para penjerat..
Tangis dan tawa nampak senggang terlihat..
Orang buta melangkah tak pasti
Menangis merintih, melihat gulita.. melihat hampa, dibungkus maki

Lantas mengapa?
Istana bapak tua, berdiri megah.. melambangkan tahta, yang dijunjung setinggi-tingginya
Lantas mengapa?
Di seberang bantaran kota, berdiri reyot sekarat... melambangkan jati diri rakyat

Orang buta menangis..
Meratapi segala angan
Tentang keadilan..
Tentang kesejahteraan..
Tentang permusuhan..
Tentang peperangan..
Tentang pembunuhan..
Pembungkaman..
Pembodohan..
Pembohongan..
Tentang hari ini Ia tak lagi dapat makan..

AL, 10/12/2018

'Eks'

Merangkak di belakangku...
Sejuta candu pada tapak yang melangkah dengan ragu
Waktu untuk membunuh
Hanya janji yang lusuh

Tuhan, bukankah kau tahu?
Ini tiada lagi dapat berakhir
Kemudian aku tanyakan...
Tentang penyesalan

Bukan maksudku...
Sebab racun tak berpaling rupa
Ia menghendaki lelaku
Tiada satu mempercayaiku
Maka Ia berikanku nafsu

Pasung, hayatku.

AL, 20/5/2019

'Naungan Atap Terminal'

Seperti biasa... saban waktu sama sahaja
Aku tak buat beda, tentang manusia yang termenung dengan tato menohok sekujur raga
Terbangun di kursi tunggu terminal tua
Dengan bau arak menyeruak dari mulut seorang setengah baya

Setiap bangkitnya fajar ialah awal memanen para fauna
Entah dengan tawar menawar harga, maupun dengan menawan paksa
Di naungan atap terminal, semua terjadi begitu saja...
Tempatku bekerja, megais pundi-pundi uang sewa
Siapa berani ancam mengancam, siapa berani menghina
Sebab bila satu kali ku dengar suara itu menyerobot gendang telinga, maka habis pula nyawanya
Harus pula dipahami, bahwasanya kuasaku menyeruak dari sudut-sudut terminal tua

Seperti biasa... saban hari tanpa makna apa-apa
Hanya orang yang beristri rembulan dan beranak kerlip lampu taman
Hidup menyeret dosa dan mengepul neraka
Kembali tertidur dengan pulas
Di bawah naungan terminal
Berharap esok kembali terbangun dengan nafas.

AL, 17/7/2019

'Mendua'

Beribu tanya ku buka tabirnya
Jelas, bukan hal yang patut diterima
Bukan pula dimaafkan begitu saja
Bila kau tak suka, mengapa tak enyah semenjak lama?
Tak perlu bertanya perihal kecewa
...maupun luka
Tak perlu bertanya perihal cemburu
...maupun hikayat yang t'lah lalu
Bila pada akhirnya setia dibalas mendua
Sadarku hanya bagian dari jantan di ruang tunggu

Malam ini seharusnya kau tahu
Aku bukan lagi lelakimu
Tak perlu engkau berkalang maaf
Menuduh khilaf
Sebab yang ku tahu semenjak dulu...
...ku tak tercipta untuk terlalu lama menunggu.

AL, 17/7/2019

'Insan-Insan Pedalaman'

Mereka yang hidup berkerumun
Membagi mandat, menjaga sarangnya
Yang enggan perduli dengan carut marut mayapada, dengan riuh gempitanya

Yang dinaungi hutan, dipayungi pepohonan
Dimandikan air hujan, dikenyang hewan buruan
Dengan busur panah dan parang dari kayu-kayuan

Insan-insan pedalaman
Kini bersanding kemajuan
Hidup yang diusik deru senapan
Pula bertanding dengan mesin-mesin penggerus peradaban
Hingga ranting terakhir yang jatuh diganti
Dengan tembok beton meluas beruntutan
Insan-insan pedalaman dikalut kebingungan...
Dihantam predator perkotaan
Yang membawa hewan-hewan sebagai perhiasan... tanah yang dibakar menjadi ladang, dan langit yang biru kini menghitam
Insan-insan pedalaman dibuat bingung tak karuan

Kini runtas segala warisan
Kini buta segala arah perjalanan
Insan-insan pedalaman hilang diantara rerumputan
Menggali sendiri ribuan kuburan
Dikucilkan...
Dianggap fauna tanpa pikiran

Insan-insan pedalaman kini menagih dan mempertanyakan
Tentang peristiwa penghinaan
Sebelum alam memberontak
Sebab bagi mereka semesta ialah kawan

Insan-insan pedalaman, jatuh berguguran.

AL, 17/7/2019

'Kumulunimbus'

Rentang berselang, besi terbang hilang ditelan awan
Jatuh berkalang karang, habis dicabik lautan
Burung angkutan kereta kencana
Kini tiada beda

Semoga tenang, semoga diterima dengan lapang
Cerminan hari ini tinggal hikmah yang diambil jangan sampai hilang
Supaya jalan selanjutnya yang dijelang
...
Selamat berdampingan.

AL, 17/7/2019

'Cinta Kerempeng'

Cinta kerempeng, cinta-cinta kaleng
Didukung lagu cengeng
Aku cuma geleng-geleng
Cinta kantong kresek, sebatas celana dalam rombeng

Cinta kerempeng, cinta-cinta jereng
Masa depan ditenteng hompimpa alaihum gambreng
Cinta anak celeng
Berakhir di semak-semak maupun atas loteng.

AL, 17/7/2019

'Kumulunimbus'

Rentang berselang, besi terbang hilang ditelan awan
Jatuh berkalang karang, habis dicabik lautan
Burung angkutan kereta kencana
Kini tiada beda

Semoga tenang, semoga diterima dengan lapang
Cerminan hari ini tinggal hikmah yang diambil jangan sampai hilang
Supaya jalan selanjutnya yang dijelang
...
Selamat berdampingan.

AL, 17/7/2019

'Bau Kentut'

Parlemen bau kentut
Bukan lagi urusin rakyat
Malah urusin perut
Parlemen bau kentut
Fraksinya banyak yang butut
Jadi provokator, jadi biang ribut
Memang bau kentut
Duit orang dikentit, cuma pintar adu mulut

Aparat bau kentut
Bukan lagi kasus-kasus diusut
Tinggal uang selesai tak jadi kusut
Memang bau kentut
Rajanya adu pukul dan adu sikut
Jadi bekingan para kucing gendut
Jadi suruhan para penebar maut

Ormas bau kentut
Biang onar biang kalut
Modal nasi bungkus modal duit
Jadi preman iman
Jadi preman kepentingan

Mahasiswa bau kentut
Jadi biang ribut, biar dibayar asal ikut
Ikut rusuh ikut sebar takut
Ahli ilmu pula ahli gelut

Bacot bau kentut
Retorika jembut
Kompetisi adu saling celat bangkrut
Dunia makin kalut
Diisi kemelut
Dihantam ribut
...
...
Dunia bau metana, bau polusi, bau karbondioksida, karbonmonoksida
Dunia bau kentut!

AL, 17/7/2019

'26/8-7/9-99'

Aku berdiri meracau semaunya, habis pikir, menuntut takdir

Lelah tentang epilog, ku lihat di sini hanya sendiri, tak ada beda lagi

Dapatkah jiwa ku temui? Sebab bukan lagi pengandaian, melankolis pupus atau sekedar mahfuz

Ibaratnya bukan nampak ada sekarang pula, ini menunggu sampai kisah berkerak, sebab dilacuri pula oleh jarak

Demi apapun... dan telaah ini hanya permainan diksi, tak sesukar Fibonacci

Walau ku akui, memang terkadang hanya rekaan palsu, palsu kadang gelap, yang kadang terlampau kalap

Ingatlah selalu, selalu seperti itu dan kuanggap lahir kemudian bertemu, dan mati sebagai satu

Sengak memang, dikau kernyitkan kesal kepadaku, meludah,seakan dari singgasana maharaj!

Enggan melangkah satu langkah maka berakhir dianggap sampah, dianggap mati, namun belum pula pejal langkah terjal, ratu beranjak pergi

Fatamorganaku maka kini semakin membabi buta, dengarlah kau seakan dari tahta maharaj!

Tidakkah kau peka? kalau boleh lebih hina anggap saja iba, tak apa... sudah kadung hilang akal sedari dulu, seakan hidup semu

Ingatlah Ratu, aku bernyanyi dan menulis sejuta frasa tentangmu.. aku tak membual, bukan pula khayal

Adalah yang selama ini aku cipta, darimu segala kata, terkadang aku hampir menyerah, hampir tenggelam hari-hari... hah! ironi

Nafasku sekedar berhembus sekian waktu, dan disana sembari melepas hawa, aku membayangkanmu berulang masa

Nekatku... kuharap sepadan

Terbitlah... sebelum tamat

Imajinasi... nyatalah terjadi.

AL, 18/5/2019

close
Test Iklan