'26/8-7/9-99'
Aku berdiri meracau semaunya, habis pikir, menuntut takdir
Lelah tentang epilog, ku lihat di sini hanya sendiri, tak ada beda lagi
Dapatkah jiwa ku temui? Sebab bukan lagi pengandaian, melankolis pupus atau sekedar mahfuz
Ibaratnya bukan nampak ada sekarang pula, ini menunggu sampai kisah berkerak, sebab dilacuri pula oleh jarak
Demi apapun... dan telaah ini hanya permainan diksi, tak sesukar Fibonacci
Walau ku akui, memang terkadang hanya rekaan palsu, palsu kadang gelap, yang kadang terlampau kalap
Ingatlah selalu, selalu seperti itu dan kuanggap lahir kemudian bertemu, dan mati sebagai satu
Sengak memang, dikau kernyitkan kesal kepadaku, meludah,seakan dari singgasana maharaj!
Enggan melangkah satu langkah maka berakhir dianggap sampah, dianggap mati, namun belum pula pejal langkah terjal, ratu beranjak pergi
Fatamorganaku maka kini semakin membabi buta, dengarlah kau seakan dari tahta maharaj!
Tidakkah kau peka? kalau boleh lebih hina anggap saja iba, tak apa... sudah kadung hilang akal sedari dulu, seakan hidup semu
Ingatlah Ratu, aku bernyanyi dan menulis sejuta frasa tentangmu.. aku tak membual, bukan pula khayal
Adalah yang selama ini aku cipta, darimu segala kata, terkadang aku hampir menyerah, hampir tenggelam hari-hari... hah! ironi
Nafasku sekedar berhembus sekian waktu, dan disana sembari melepas hawa, aku membayangkanmu berulang masa
Nekatku... kuharap sepadan
Terbitlah... sebelum tamat
Imajinasi... nyatalah terjadi.
AL, 18/5/2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar