Rabu, 01 April 2020

'26/8-7/9-99'

Aku berdiri meracau semaunya, habis pikir, menuntut takdir

Lelah tentang epilog, ku lihat di sini hanya sendiri, tak ada beda lagi

Dapatkah jiwa ku temui? Sebab bukan lagi pengandaian, melankolis pupus atau sekedar mahfuz

Ibaratnya bukan nampak ada sekarang pula, ini menunggu sampai kisah berkerak, sebab dilacuri pula oleh jarak

Demi apapun... dan telaah ini hanya permainan diksi, tak sesukar Fibonacci

Walau ku akui, memang terkadang hanya rekaan palsu, palsu kadang gelap, yang kadang terlampau kalap

Ingatlah selalu, selalu seperti itu dan kuanggap lahir kemudian bertemu, dan mati sebagai satu

Sengak memang, dikau kernyitkan kesal kepadaku, meludah,seakan dari singgasana maharaj!

Enggan melangkah satu langkah maka berakhir dianggap sampah, dianggap mati, namun belum pula pejal langkah terjal, ratu beranjak pergi

Fatamorganaku maka kini semakin membabi buta, dengarlah kau seakan dari tahta maharaj!

Tidakkah kau peka? kalau boleh lebih hina anggap saja iba, tak apa... sudah kadung hilang akal sedari dulu, seakan hidup semu

Ingatlah Ratu, aku bernyanyi dan menulis sejuta frasa tentangmu.. aku tak membual, bukan pula khayal

Adalah yang selama ini aku cipta, darimu segala kata, terkadang aku hampir menyerah, hampir tenggelam hari-hari... hah! ironi

Nafasku sekedar berhembus sekian waktu, dan disana sembari melepas hawa, aku membayangkanmu berulang masa

Nekatku... kuharap sepadan

Terbitlah... sebelum tamat

Imajinasi... nyatalah terjadi.

AL, 18/5/2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close
Test Iklan