Rabu, 25 Maret 2020

'Serebelum'

Dengarlah isyarat...
Tabib hantar semburat, pada sukma teruwat
Rasakan alirnya darah... usap sudah bekas nanah
Bukankah bola matamu bengkak, terkurung dalam aliran gulita kubangan riak?
Bukankah percuma berteriak bila ufuk beranjak senja dan hanya retorika yang beranak pinak?

Rasakan degup jantung... ingatlah bahwa degupmu ialah rasa beruntung
Bukankah kulitmu retak membeku, oleh dingin lantai yang beratap tempurung?

Rasakan denyut nadi... ingatlah bahwa denyutnya belum lekas temui malaikat mati
Bukankah ragamu sudah hampir punah dirayapi dan dikerumun oleh parasit pula bakteri?

Waktu adalah keniscayaan... dan ia tak dicipta untuk diajak main mata
Rasakan segala cercah hampa yang kau harap dari semunya asa
Bukankah terali dihadapanmu mencaci setiap kau tatap karatnya?
Bukankah jendela itu keras menutup ketika kau sibak?
Maka angkatlah pantatmu, kunjungi peraduan
Maka putarlah grendel pintu, matikan perapian
Biar jiwa berkelana... dan berlanjut dalam lapang hikayat; meski mati di arena palagan, lebih baik ketimbang mati dihilang ketiadaan
.....

AL, 28/9/2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close
Test Iklan