'Di Ribaan Pagar Berduri'
Di ribaan pagar berduri...
Aku sisipkan kata orasi, untuk sebagian nada sumbang yang kadung dikebiri
Di ribaan pagar berduri...
Aku sisipkan secarik kertas diari, tentang kalutnya problema, tentang tanah zamrud loh jinawi
Di ribaan pagar berduri...
Dipayungi poster-poster dari secarik kertas, yang dibumbui aroma tuntutan kerana tragedi
Di ribaan pagar berduri...
Di atas truk muatan aku berdiri, dengan megaphone dan kusambungkan apa yang lidah orang-orangku kabari
Di ribaan pagar berduri...
Aku tak inginkan kalimat kami di atas bendera setengah tiang, yang dikerek untuk kepentingan seremoni
Mohon bendera yang lusuh segeralah diganti, sebab tak enak dipandang mata, apalagi dipakai merias diri
Di ribaan pagar berduri...
Di antara pilar-pilar para buruh tani
Mahasiswa dan akademisi
Tulisan dan aksi
Sajak puisi
Demokrasi
Di ribaan bumi pertiwi
Di antara kokang senjata
Dari oknum yang main mata
Ribuan kriminalisasi
Ribuan tanah yang tak lagi layak ditinggali
Sebab diurug kepentingan industri
Di ribaan pagar berduri...
Kami bertanya padamu!
Dari mereka yang diupah untuk menghirup karsinogenik
Dari mereka yang beranjak tua dengan paru penuh amoniak pabrik
Di sana pula ada pula orang tua yang bertanya, namun dipaksa tenggelam konflik sebab main kritik...
Kerana anaknya gugur sia-sia di ladang fasik...
Maka ini kebangkitan!
Jalan ini tidak lain tanpa suara-suara...
Sekedar jalan sepi dengan acuh tak perduli dan hanya berakhir di dinding penjara...
Maka jika engkau di belakangku... jangan pernah sembunyi tanpa kata
Sebab yang hilang pula sampai kini tak terungkap batang hidungnya...
Kami ingatkan, Tuan!
Jangan pernah bertindak-tanduk seakan kami sekumpulan picik...
Sebab bukan kami tak percaya...
Bukan pula curiga atau prasangka, ini lahir dari yang kami lihat dengan telanjang mata...
Ini bukan fabel semata atau sekadar fiksi diada-ada
Juta kepala tahu, kala kami disuguhkan cerita orang-orang cerdik..
Juta kepala paham, eleksi politik hanya perihal bagi posisi main lirik
Mereka pula mencari martir hidup, sekadar dipaksa pelik, dan diadu polemik
Kongkalikong di antara mereka, sekadar nyanyian berbisik
Maka kami berjalan dengan telapak bernanah harapan...
Kami datang padamu, bernyanyi perihal tuntutan
Dan mohon engkau dengarkan...
Sebab pantatmu mungkin kami jungkalkan, dengan tak segan...
Dengarlah sumbang kami pertiwi!
Di ribaan pagar berduri ini...
Jangan jadikan suara aksi seolah ancaman negeri
Jangan cari-cari alibi, berujung main hakim sendiri...
Sebab konsekuensimu kini, adalah demokrasi...
Sebab pula suara-suara yang lahir dari bawah tanah... suara dari orang-orang resah
Adalah suara illahi.
AL, 27/4/2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar