Selasa, 04 Februari 2020

'Tarianku'

Gemulai ini menari, dari kaki..
Aku menari.. di antara sampah
Di antara reruntuhan puing kali
Di antara tangisnya orang susah..

Nah, lihat itu si kecil mengoceh merdu
Tadah tangan di hadapanku
Aku menari.. kemudian mengajaknya senandungkan lagu..
Dia bernyanyi sembari kerutkan dahi..
Nanahnya di sekujur telapak
Baunya kesana kemari

Aku pergi.. tinggalkannya dengan recehan
Di kota yang sumpek aku menari..
Kini di kolong jembatan
Di akhir januari

Aku menari, dengan nenek, dengan mama, dengan anak tanpa nama
Di teras depan triplek, tersusun jadi atap
Sebatas pandang, aku berpikir soal keyakinan
Di hati mereka..
Harapan..
Aku menari, aku ratapi.. dengan mereka, dengan bayi di pelukan

Aku tetap menari.. kini dengan petani
Petani yang menepi..
Di sisi ladang padi
Petani tersenyum
Dengan wajah pucat pasi..
Ia masih memandang, sementara gerak kakiku tak kunjung berhenti
Aku tak tahu apa pula yang Ia pandang..
Mungkin lembunya disana yang malas, menekuk kaki
Atau padinya yang tak tunjuk berisi

Aku selesai dengan peduliku..
Kini aku beranjak pergi..
Tinggalkan Ia sendiri..
Aku pergi ke pelosok, hendak menengok
Menengok rimba yang tersohor elok
Belum lekas sampai, aku hendak menari..
Menari dengan raungan gergaji..
Dan pembalak yang menanti pohon lekas mati
Aku mengajak mereka menari..
Mereka malah berlari..
Tinggalkan dedahan yang kering
Tinggalkan hutan yang hangus kerana api

Tak pikir panjang, aku ikut berlari..
Pergi selamatkan diri..
Satu-satu orang datang
Padamkan jago merah
Aku sempat perduli..
Lalu lupakan lagi..
Aku menari..
Dengan kepulan asap, dengan nada caci

Aku tak henti menari..
Saksikan orang-orang mati..
Di laut, di telan bumi, di dalam peti

Ahhh.. aku tak kuat
Kini aku berhenti menari
Tak sanggup lagi..
Kini aku menangis..
Tak sanggup berdiri
Aku memandang langit, jutaan burung-burung bangkai
Aku terlelap, nafas pengap
Aku tak sanggup bicara..
Burung bangkai patuk kepala.

AL, 23/2/2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close
Test Iklan