Senin, 23 Maret 2020

'Manufaktur Klandestin'

Yang terjila direngkuh tanah
Tak ayal menetes deras keringat
Dikawal oleh berisik sengat mesin-mesin berat
Sementara seonggok binatang sekedar melihat
Binatang tambun dikerubung lalat

Di kota itu, dan kota-kota penghisapan
Ada anak bertanya kepada ayahanda
Tentang bersua...
Dan berkumpul bersama
Lama tak jumpa
Hingga rupa saja lupa
Namun ia limbung dengan tangis, rindu tanpa mampu menyela
Katanya sedang menuai rizki, menuai makan anaknya
Hingga tiada waktu, tiada lagi masa temu

Di kota itu, di kota-kota eksploitasi
Ladang exploitation l'homme par l'homme
Merebak situasi yang pikirpun tak mampu anggap sepele
Manufaktur terali-terali, penjara-penjara perbudakan
Ada orang mati sebab keracunan
Ada orang mati sebab kelaparan
Ada orang mati sebab dipaksa makan kotoran
Tiada asmaraloka...
Tiada nasib jumantara...
Yang ada pecut dan pembungkaman
Yang ada upah tiada setengah dari wujud yang mereka hasilkan

Di kota itu, di kota-kota pemerkosaan
Padang tandus padang mendaulat kepuasan
Dan profit yang sudah berupa sarapan
Sarapan para bajingan...
Yang berkorban, atau mengorbankan, yang menumbalkan
Para orang tua atau bahkan anak kecil yang putus sekolahan
Untuk menganal roda-roda kenikmatan, kemudian hanyut kerana jentikan majikan
Dan keputusan para dewan

Di kota itu, di kota-kota yaang sudah pekat kebusukan
Ada perputaran, berbahan bakar kesewenangan
Dan dianggap sebuah kewajaran
Ada orang-orang dipermalukan dan diperas tak karuan
Matipun matilah, mati pula tiada kerugian
...
Kemudian anak yang terus menerus merindukan suatu kepulangan
Kini berupa tangis dan kebingungan, sebab ayahandanya kini pulang... dalam upacara pemakaman
Di kota itu, kota-kota pembantaian
Keadilan hanya setinggi selangkangan

Di kota itu, kota-kota yang hebat
Ada orang yang diikat...
Yang tercenung tanpa mampu berdebat
Mengunjun lara memendam kasemat
Kucing angora memaki kucing jalanan
Kian hari bertambah sekat

Di kota itu, di kota-kota timbul perlawanan...
Menyaksi hari-hari beriiring bersama
Menyangsi takdir
Menyeret panji memaki-maki
Dilempar mortir pun tetap berlari
Sebab tiada lagi perlu kompromi
Sebab nampak komprehensif seluruh ironi
Yang dihaturkan, yang diujarkan
Kalimat-kalimat hina dan makian
Perlawanan...
Maka lahir perumpamaan
"Goliat dan Daud di medan pertempuran"
Segitiga roboh, pula dirobohkan.

AL, 10/7/2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close
Test Iklan