Jumat, 19 Januari 2018

'Asmara Satu Rupa'

Semayamnya surya, bukan pertanda
Redupnya, perlahan pelik dirasa
Terkadang menyadur makna, dari dua bola mata
Entah, lidah mulai kelu ujar wicara..

Dari alirnya semburat purnama
Basahi insan, derma harapan
Hati berlumut, berpagut semu
Dirintihan suara, soprano..
Menawar Ia, laksana taruhkan wibawa..
Kisah insan, tanpa nama..
Cinta..
Terbisik dari gempita sasana asmara
Ya.. mungkin pula dari decit kayu bingkai foto
Ini cinta dari remah lamunan lama
Bukan balada John dan Yoko
Bukan Habibie dan Ainun..
Ya.. Tetapi daku majenun!
Akalku.. berhenti menenun
Ahhh!! Segelintir warasku berpaling muka
Kerana Ia, gulitaku sengsara..
Ahhh!! Kenapa?
Dari mata itu, aku dilempar angin
Mengayuh dalam dingin
Sementara, asap hitam beranjak memilin

Hendaknya rasa ini kadung dalam..
Beranjangsana, sanubari ikuti mata.. dan rasa
Bida-bida tercecer, dari warna yang ragam adanya
Namun aku bukan cendala..
Bukan menitih palsu saja..
Aku cinta..
Termakan candunya..
Candu dari engkau, yang entah kini semakin semu: dan bayangannya pula..
Adakalanya menari-nari dalam pikirku..
Kuadukan pada waktu..
Pada belantara..
Pada candra, yang perlahan butakan netra
Ya sudahlah, ini juga tak apa..
Tak apa buta..
Biar sesalku tak jadi selamanya..
Biar rupamu tak lagi tengok raga..
Entah, aku hanya cinta

Lagipula semua hanya cerita
Tak lagi sama..
Ya sudahlah!!
Tuntaskan saja!
Kerana mungkin takkan ada yang sebenarnya!
Aku cinta..
Aku pula yang dihina
Yang terpasung satu rupa!
Aku cinta..
Aku cinta..
Mungkin satu rupa, di jiwa..
Mungkin raga; mata, lidah, dan suaranya
Yang seonggok dagingpun sesalkan datangnya..
Kini aku tunduk habis jumawa
Hilang digdaya..
Dalam cerita..
Berangsur ikuti temaram senja.

AL, 7/1/2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close
Test Iklan