Senin, 23 Maret 2020

'Aku Berjalan...'

Aku berjalan, kau lihat pasti... aku sedang melangkahkan kaki namun tanpa tujuan
Aku melewati pepohonan yang tumbuhnya magazin bekas perang dan rudal-rudal bergelantungan...
Juga orang-orang yang diselimuti oleh ketakutan dihadapan kangkang penyembah setan

Terkadang kawan, aku bertanya perihal keselarasan... diiringi musik jazz dan opera-opera sandiwara kematian
Terkadang aku meradang, aku berkhayal soal syahwat dan kepuasan yang mungkin takkan habis ribuan turunan
Maka ini yang dilahirkan, ketika merpati-merpati itu pulang membawa kabar, bahwa ada lagi jutaan saudara kita mati kelaparan

Aku berjalan kawan... terus berjalan, hingga tak lagi ku temukan jalan, yang ada hanya rongsokan... sampah plastik dan bekas-bekas pesta minuman
Aku termenung sendirian, mendengarkan alam berceloteh dan bersiul di sebalik pohon bambu di samping gubug persawahan
Terkadang kawan, aku bertanya namun sulit menemukan jawaban, padahal aku rasakan penasaran sudah hampir menembus kerongkongan

Aku tanyakan perihal kedaulatan, dan segala formal yang mereka tumpahkan di kitab perundang-undangan
Toh di sana masih berkerumun di lelehan aspal jalanan, orang-orangku yang entah kemana, entah bagaimana, peduli sacuilpun merasa enggan

Maka aku hidup merasa keterlaluan, aku tanyakan perihal keseimbangan dan keadilan, tentang hukum rimba yang semakin merasuk kemanusiaan
Toh disana aku ajak bicara, mereka yang sudah kadung kecewa sebab kebutuhan saja dipenuhi oleh gunung sampah pembuangan

Terkadang aku buat kalimat-kalimat tuntutan di atas karton bekas arak murahan, secarik lembar-lembar tagihan, nota hasil belanja dan upah bersyahwat semalaman
Aku kirimkan kepada Tuhan...
Namun sudah ditebak, sampai hari ini pun belum ada jawaban

Aku masih bertanya kawan, ribuan kilometer aku berjalan
Yang ada hanya rupa belas kasihan dan tembakan-tembakan yang saling diarahkan, ditodongkan dan diabadikan sebagai bentuk kekuatan
Aku kacau, dan pikirku sudah keluar dari batas kewajaran

Aku bertanya tentang kebahagiaan yang kini dijual dengan kilau-kilau sebagai parameter, dan mereka yang berkhalwat ludah demi mendapat jatah jabatan
Aku bertanya kawan, namun hingga kini yang ku ketahui sekedar hidup yang berjalan tanpa kenyataan
Terkadang kawan, aku menunggu waktu yang ku harap datang lebih cepat, dan cerita ini selesai tanpa tanda pertanyaan...

Aku kalut... dan aku benci ini terjadi

Terkadang kawan, aku bernyanyi dan memainkan pelor senapan, karena aku bosan dan kecewa perihal keadaan
Aku putar-putarkan pelatuknya, kuarahkan ke pelipis kepala, dan dada yang sesaknya sudah akut sebab terlalu lama dicekoki muramnya peradangan
Aku kini tak lagi bertanya kawan, sebab pelor senapan kini berdentang tepat seperti yang ku harapkan

Aku berjalan, kini dengan tujuan...
Kini terserah adanya, aku berserah kepada pemilik kehidupan
Maka sempatkan aku menghadap Ia...
Kini yang aku lihat kawan...
Ia menggenggamnya;
Kertas karton dari wadah arak murahan berisi tuntutan yang aku kirimkan kemarin malam.

AL, 8/5/2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close
Test Iklan