'Asa'
Riuh
sunyi sepi lembayung pagi perlahan menutupi
Bintang fajar semakin redup diiringi senandung mengaji
Jengger belum sempat tunjukan suara bangunkan semesta
Caping-caping mulai terbangun di kampung agraria
Yang kini lahan mereka kian sempit ditumbuhi pondasi
Bapak bilang "Semen mereka tak bisa dipanen jadi nasi"
Bintang fajar semakin redup diiringi senandung mengaji
Jengger belum sempat tunjukan suara bangunkan semesta
Caping-caping mulai terbangun di kampung agraria
Yang kini lahan mereka kian sempit ditumbuhi pondasi
Bapak bilang "Semen mereka tak bisa dipanen jadi nasi"
Tentengan lentera pagi Bapak
menemani kayuhannya
Dikala fajar belum tunjukan mentarinya
Rumput terlindas ban butut, wajah berkumis kulitnya keriput
Jalannya berlubang, pohonnya tumbang, luap air dijalan tak kunjung surut
Masih pulas kami tertidur, suara surau mulai sayup-sayup
Ibu bangunkanku, bilang kalau waktu rizki janganlah kau tutup
Dikala fajar belum tunjukan mentarinya
Rumput terlindas ban butut, wajah berkumis kulitnya keriput
Jalannya berlubang, pohonnya tumbang, luap air dijalan tak kunjung surut
Masih pulas kami tertidur, suara surau mulai sayup-sayup
Ibu bangunkanku, bilang kalau waktu rizki janganlah kau tutup
Sajadah
bapak menutup rumput jadilah alas sujud
Cita-citakan angan dalam tadahan tangan supaya terwujud
Nafkah tak jadi alasan bapak tak tunaikan ibadah
Katanya "Manusia berusaha dalam nafkah, do'annya diijabah"
Sementara tangan ibu mulai mengisi tudung saji
Ibu bilang "Kelak anak ibu ilmunya tinggi macam Habibie"
Cita-citakan angan dalam tadahan tangan supaya terwujud
Nafkah tak jadi alasan bapak tak tunaikan ibadah
Katanya "Manusia berusaha dalam nafkah, do'annya diijabah"
Sementara tangan ibu mulai mengisi tudung saji
Ibu bilang "Kelak anak ibu ilmunya tinggi macam Habibie"
Yang
Bapak tanam di lumbung milik majikan
Kata Bapak itu semua benih kehidupan
Setiap pulang beliau berkata "Ini cukup untuk kita makan"
Sewaktu ku bawa rantang makanan dikala surya diatas kepala
Melihat realita dan renungan untukku diiringi air mata
Sebuah tangis dan ku peluk dia seraya berkata "Aku bangga"
Kata Bapak itu semua benih kehidupan
Setiap pulang beliau berkata "Ini cukup untuk kita makan"
Sewaktu ku bawa rantang makanan dikala surya diatas kepala
Melihat realita dan renungan untukku diiringi air mata
Sebuah tangis dan ku peluk dia seraya berkata "Aku bangga"
AL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar