Rabu, 25 Maret 2020

'Janda Jembatan Merah'

Dengus jerih payah... insan paruh baya terkerangkeng humus lelah..
Gelisah...
Menggoda rizki, meski dikhianati upah
Kelambu polusi menyerbak penuhi langit
Bau-bau sangit..
Temani Ia sendiri dalam jerit
Dalam takdir menghimpit
Rintih, merintih, merintih..
Maka mungkin pantas diri kecewa
Namun hidup harus tetap ada...
Percaya sebisa mungkin disengaja..
Diingat setiap kata yang diucap lidah bermodal iman dan keringat renta
Kala ratusan kilo menggendong buah cinta
Di belakang punggung...
Si janda.. berteman senja..
Mengais remah-remah di tumpukan sampah
Yang Ia dapat hari ini, sekedar hikmah.. dan keroncongan lambung tersumpal susah

Habis hari kemudian kembali..
Namun enggan menanti derma..
Ia menatap di ujung jari kaki..
Nanah-nanah dari langkah-langkah tiada arah
Pasrah... kala Ia mesti kuat tatap mata-mata pongah..
Dan serigala yang bergairah, bernafsu mengincar insan lemah
Si Janda..
Di jembatan merah..
Memahami waktu, di rumah rakitan kayu
Kecamuk haru, si kecil meronta dahaga..
Sebab hampir mengering air susu

Ia tenggelam dalam sendu..
Sendu harap, melihat si kecil pulas terlelap
Do'a-do'a dihantarnya tiada henti..
Pada pemilik kisah yang kadung terjadi
Ia menyendiri..
Berbisik..
Pada cintanya yang lama pergi, dipanggil Illahi..

Beranjak tergugah, raga dibelai malam gelisah..
Basuhan air di muka, karung goni jadi sajadah
Menangis...
Menangis Ia kepada juru serah..
Basah tetes air mata, mengering di antara tadah..
Hanya do'a yang temani malam..
Temani temaram..
Temani Janda..
Tengah malam di jembatan merah.

AL, 10/1/2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close
Test Iklan