Sabtu, 06 April 2019

'Suratmu Masih Abu-Abu'

Rentetan gebu peluru, dimandikan panas mesiu..
Terdengar disebalik atap tahta..
Di dekat daun pintu
Pintu istana
Istana petahana, diserbu tersirat para sekutu

Terdiam di sebalik dilema, Singa di ujung jalan cerita..
Alkisah kuasa ditawan kuasa, dari Hyena dan raja dari segala raja..
Masa tak meminta kompromi, yang Ia minta sekedar mahkota... dan jantung para terduga, kemudian digantung sebagai cinderamata
Dengan sejuta alibi dan perantara pintar berotak mafia..
Skandal disegala medan... kemudian diam, alam tiba-tiba segan...
Sebuah pertanda..
Lahir raja rimba, meski tiada terduga..
Memasuki istana dengan dada membusung bak jendral psikopat kala selesai membantai jutaan nyawa

Kala kau tanya mengapa, kala kau cari pada halaman buku-buku
Maka buku-buku itu berasap, sebab terbakar lebih dulu...
Sejarah yang kau minta kawan.. semenjak lama memang ragu-ragu...
Alasan yang kita tahu berhenti di ujung tabu..
Surat-surat yang kau ketemui di selokan belakang
Di dalam kuburan orang-orang korban main kayu..
Suratmu, Jenderal... nampak masih abu-abu..

"Maka diamlah.. diam saja dan nikmati saja cerita berjalan.."
Ujung pelor di pelipis... usaha pengungkapan hanya usaha pembungkaman...
"Sita apa yang ada, sita saja nama insinyur tua, sebab mahkota dari antah berantah sudah menampuk tahta.."

Hari ini kita rayakan...
Sebuah peralihan
Diperantarai kebingungan.. mengawali pembantaian..
Tikus percobaan menjelma dinasti kerajaan..
Jenderal menawan... berkawan raja-raja jelmaan..
Puppet bumi selatan...
Merengkuh kekuasaan...
Surat-surat yang pada akhirnya kau temu...
Di lubang-lubang pembantaian yang kian waktu kian semu..
Cerita tentang ragu akan nyata, nyata akan palsu...
Surat-surat yang bersuara dalam angin jerebu..
Suratmu itu, Jenderal....
Suratmu masih abu-abu.

AL, 12/3/2019

••••
Saat ini arsip negara menyimpan tiga versi Surat Perintah Sebelas Maret. Salah satunya berasal dari Sekretariat Negara, yang lain dari Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat dan terakhir cuma berupa salinan tanpa kop surat kenegaraan. Ketiga surat tersebut dinyatakan palsu oleh sejarahawan. Hingga kini tidak jelas di mana keberadaan salinan asli Supersemar. (DW)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

close
Test Iklan